Tuesday, November 27, 2007

Jantung Koroner Penyebab Kematian Nomor Satu di Dunia

Jantung Koroner Penyebab Kematian Nomor Satu di Dunia YOGYAKARTA - Tahun 2020 diperkirakan penyakit jantung koroner merupakan penyakit penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia. Bahkan penyakit kardiovaskuler ini akan mengakibatkan kematian 25 juta penderita setiap tahunnya.
Hal ini dikemukakan oleh Prof dr Bambang Irawan Martohusodo, SpPD-KKV, SpJP (K), FIHA dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar di Bali Senat UGM, Senin (13/8/2007). Bambang Irawan mengatakan tahun 1990-an memang penyakit infeksi dan malnutrisi adalah penyebab kematian utama di dunia.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan pola hidup secara bertahap penyakit jantung koroner mulai meningkat, dan diramalkan pada tahun 2020 merupakan penyebab kematian paling tidak satu dari tiap tiga kematian.
“Diramalkan pada tahun 2020 mendatang penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia,” kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang mengatakan berbagai faktor yang dinilai masih menjadi penyebab terjadinya jantung koroner ini antara lain kebiasaan merokok, penyakit diabetes yang tidak terkontrol, hipertensi, kenaikan kolesterol dan trigliserid dalam darah, kurang olah raga, stress psikis, dan kegemukan. Namun demikian faktor ini masih bisa diubah dan dikontrol untuk menurunkan risiko terbentuknya plak di pembuluh darah koroner.
“Mau tidak mau pada dasarnya jantung koroner hanya bisa dicegah dengan mengontrol faktor risiko yang masih bisa diubah itu,” katanya.
Bambang Irawan menegaskan upaya pencegahan jantung koroner ini tidak hanya diperlukan tenaga media saja, kerja sama dengan penderita, niat yang kuat dari penderita, kesadaran keluarga dan lingkungan sangat penting untuk keberhasilannya. Penyuluhan pada masyarakat lewat media apa saja juga sangat penting untuk menyadarkan masyarakat betapa bahayanya penyakit jantung koroner dan pentingnya usaha pencegahan secara awal agar tidak terkena serangan jantung di kemudian hari.
“Dicantumkannya peringatan mengenai bahaya merokok merupakan salah satu usaha pemerintah ikut berpartisipasi di dalam pencegahan penyakit jantung koroner tersebut,” tutur Bambang.
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama fadlan kholiq Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-70553166

Soal Lingkar Pinggang

SEMPAT ada anggapan, berbadan gemuk menandakan kesehatan, gizi tercukupi, bahkan jadi lambang kemakmuran.
Berbadan gemuk memang tidak ada salahnya, apalagi jika diselaraskan pola hidup sehat, gemar berolahraga,makan-makanan bergizi seimbang, menghindari makanan cepat saji yang berkolesterol tinggi, dan menghindari rokok dan alkohol. Namun, itu semua tampaknya sedikit sulit dilakukan. Apalagi, mereka yang hidup di kota besar seperti Jakarta. Rutinitas yang padat, kemacetan di jalan,plus polusi udara, membuat pola hidup sehat semakin lama ditinggalkan.
Makanan cepat saji, rokok, dan alkohol akrab dalam rutinitas sehari- hari.Kontrol terhadap makanan berkurang,olahraga pun makin jarang bahkan nyaris tidak pernah dilakukan,akibatnya obesitas pun menghampiri. Bagaimana seseorang dianggap obesitas? Menurut Direktur Pusat Jantung Nasional dr Aulia sani, seseorang yang disebut obesitas itu bisa dilihat dari ukuran lingkar pinggang.“Pada pria yang menderita obesitas biasanya lingkar pinggangnya lebih dari90cm,sedangkanpadawani wanita biasanya lingkar pinggangnya lebih dari 80 cm,” papar Aulia Sani ketika dihubungi SINDO.
Selain mengukur lingkar pinggang, hal lain yang bisa juga dilakukan dengan penghitungan menurut body mass index atau indeks massa tubuh (IMT),yaitu berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat. Jika hasilnya lebih dari 25 kg/m2, orang tersebut dianggap sebagai obesitas. Ahli gizi IPB Prof Ali Khomsan memberi contoh pada orang dewasa yang bisa dikatakan obesitas, misalkan tinggi 1,6 meter dengan berat badan lebih dari 65 kg,orang tersebut sudah bisa dikatakan kegemukan atau obesitas. Sebab, jika dihitung berdasarkan IMT akan didapat hasil 25,40 kg/m2.
“Obesitas pada orang dewasa bisa disebabkan asupan kalori yang masuk ke tubuhnya lebih dari kebutuhan per harinya.Jika normalnya per hari seseorang membutuhkan sekitar 2.500 kalori, pada orang obesitas, kalorinya lebih dari 2.500,”paparnya. Selain itu, tambah dia,kegemukan juga dipicu kurang latihan/ olahraga atau kurang gerak sehingga kalori lebih yang diasup tadi tidak keluar menjadi energi.Pada akhirnya menyebabkan kegemukan atau obesitas. Pola makan tidak sehat, yang terlalu banyak mengkonsumsi lemak, serta seringnya ngemil, juga disebut Prof Ali sebagai penyebab obesitas. (mg-7)
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Fadlan Kholiq Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-70553166